Kali ini penjelasan dari Manhajus Salikin tentang waktu Shalat Maghrib.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ – رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: ” وَقْتُ اَلظُّهْرِ : إِذَا زَالَتِ اَلشَّمْسُ, وَكَانَ ظِلُّ اَلرَّجُلِ كَطُولِهِ, مَا لَمْ تَحْضُرِ اَلْعَصْرُ, وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ: مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْمَغْرِبِ: مَا لَمْ يَغِبِ اَلشَّفَقُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ: إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ, وَوَقْتُ صَلاَةِ الصُّبْحِ: مِنْ طُلُوْعِ الفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Waktu shalat Zhuhur jika matahari sudah tergelincir ke barat ketika itu panjang bayangan sama dengan tinggi seseorang, selama belum masuk shalat ‘Ashar. Waktu shalat ‘Ashar adalah selama matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib adalah selama belum hilang cahaya merah pada ufuk barat. Waktu shalat Isya adalah sampai pertengahan malam. Waktu shalat Shubuh adalah dari terbit fajar selama belum terbit matahari.” (HR. Muslim)[HR. Muslim, no. 612]
Waktu Shalat Maghrib
Awal waktu shalat Maghrib adalah mulai dari matahari tenggelam. Hal ini disepakati oleh para ulama. Waktu akhirnya adalah saat cahaya merah di ufuk barat hilang.
Waktu Shalat Maghrib Apakah Benar Satu Waktu?
Dalam Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib karya Abu Syuja’ disebutksan, “Waktu shalat Maghrib hanya satu, dimulai saat matahari tenggelam. Lamanya sekadar azan, berwudhu, menutup aurat, iqamah, dan mengerjakan shalat lima raka’at.” Yang dimaksud shalat lima raka’at adalah shalat Maghrib tiga raka’at ditambah shalat sunnah ba’da Maghrib dua raka’at.
Dalil dari pendapat di atas adalah yang disebutkan dalam hadits Jibril karena ia pada hari pertama dan kedua mengerjakan shalat Maghrib di satu waktu. Hal ini berbeda dengan pengerjaan shalat lain yang dilakukan oleh Jibril. Demikian jadi alasan sebagian besar ulama Syafi’iyah. Inilah qoul jadiid dari Imam Syafi’i, yaitu pendapat ketika beliau di Mesir (Lihat Al-Iqna’, 1:198).
Yang pasti awal waktu shalat Maghrib adalah saat matahari tenggelam dengan sempurna. Sedangkan mengenai akhir waktu shalat Maghrib diperselisihkan oleh para ulama termasuk oleh ulama Syafi’iyah sendiri. Sebagian ulama Syafi’iyah berbeda dengan pendapat seperti Abu Syuja’ di atas. Mereka menganggap bahwa shalat Maghrib yang dilakukan oleh Jibril di satu waktu menunjukkan bahwa waktu tersebut adalah waktu fadhilah (utama). Menurut Imam Nawawi, waktu shalat Maghrib masih boleh hingga cahaya merah saat matahari tenggelam menghilang. Dalilnya adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr,
وَوَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ
“Waktu shalat Maghrib adalah selama cahaya merah (saat matahari tenggelam) belum hilang.” (HR. Muslim, no. 612). Inilah dalil yang menjadi alasan Imam Nawawi dan sebagian ulama Syafi’iyah lainnya yang lebih cenderung pada pendapat qodiim (yang lama, saat Imam Syafi’i di Irak) (Lihat Kifayah Al-Akhyar, hlm. 80 dan Al-Iqna’, 199). Pendapat inilah yang lebih kuat.
Juga perlu dipahami bahwa sebelum shalat Maghrib masih ada kesempatan untuk melaksanakan shalat sunnah dua raka’at. Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzaniy radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلُّوا قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْن. ثُمَّ قَالَ صَلُّوا قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْن. ثُمَّ قَالَ عِنْدَ الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاء. كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتَّخِذَهَا النَّاسُ سُنَّةً
“Kerjakanlah shalat sebelum Maghrib dua raka’at.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Kerjakanlah shalat sebelum Maghrib dua raka’at.” Kemudian beliau bersabda sampai yang ketiga dengan ucapan yang sama, lalu beliau ucapkan, “Bagi siapa yang mau.” Hal ini beliau katakan karena tidak disukai jika hal tersebut dirutinkan. (HR. Abu Daud, no. 1281 dan Ahmad, 5:55. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Menyegerakan Waktu Shalat Maghrib
Disunnahkan untuk menyegerakan melakukan shalat Maghrib di awal waktu. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu,
لاَ تَزَالُ أُمَّتِى بِخَيْرٍ – أَوْ قَالَ عَلَى الْفِطْرَةِ – مَا لَمْ يُؤَخِّرُوا الْمَغْرِبَ إِلَى أَنْ تَشْتَبِكَ النُّجُومُ
“Umatku akan senantiasa dalam kebaikan (atau fitrah) selama mereka tidak mengakhirkan waktu shalat maghrib hingga munculnya bintang (di langit).” (HR. Abu Daud, no. 418 dan Ahmad, 5:421. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan karena adanya Muhammad bin Ishaq)
Semoga jadi ilmu bermanfaat, masih berlanjut mengenai waktu shalat pada edisi berikutnya. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
- Al-Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’. Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khatib. Penerbit Al-Maktabah At-Taufiqiyah, Mesir.
- Ghayah Al–Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H.Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Kifayah Al-Akhyar.
- Syarh Manhaj As–Salikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
—
Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Kamis, 4 Dzulhijjah 1439 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com